Selasa, 06 Desember 2011

cara kerja ilmu pengetahuan

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Manusia adalah bagian dari alam yang merupakan mahluk social artinya setiap individu tidak dapat hidup sendiri. Ia membutuhkan manusia lain dalam menaggapi gejala dan pristiwa yang ada. Hubungan timbal balik antara manusia dengan alam dan manusia dengan manusia lainnya (social) disebut praktik alam dan social. Praktik melahirkan pengetahuan. Pengetahuan yang telah diseleksi, diklasifikasi, dan digeneralisasi melahirkan teori. Kemudian teori melahirkan teknologi dan metodologi untuk memimpin praktik.[1]
Pengetahuan sebagai trend senter segala apa yang dilakukan manusia dibumi selalu mengalami kemajuan. Hal ini ditandai antara lain dengan munculnya  berbagai penemuan ilmu, baik mulai dari penemuan ilmu alam, Ilmu yang membahas tentang manusia seperti Humaniora, Psikologi, Sosial, maupun ilmu-ilmu Agama.
Pergerakan ilmu pengetahuan sejak mulai pertama ditemukan hingga sampai sekarang ini memiliki cara kerjanya sendiri sesuai dengan bidang ilmu pengetahuan yang dimiliki. Secara umum cara kerja ilmu pengetahuan diarahkan pada upaya pembenaran metode dan paradigma ilmu.[3] Maka dalam Makalah ini akan sedikit disinggung mengenai hal tersebut, dan akan dibahas pula cara kerja berbagai disiplin ilmu. Semoga bermanfaat.

B.     RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang tersebut maka rumusan masalahnya adalah:
1.      Apa yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan?
2.      Bagaimana metode dan paradigma ilmu pengetahuan?
3.      Bagaimana cara kerja Ilmu Alam, Sosial Humaniora, dan Ilmu Agama?
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Ilmu Pengegetahuan
1.      Pengetian Ilmu.
Kata ilmu dalam bahasa Arab "ilm" mempunyai arti memahami, mengerti, atau mengetahui.[4]  Dalam kamus filsafat, Ilmu dalam bahasa Inggris disebut dengan science, dalam bahasa Latin Scientia (pengetahuan) atau sinonim yang paling akurat dalam bahasa yunani adalah Epistime.[5] Secara istilah ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.[6]
Secara ringkas ilmu adalah seluruh pengetahuan yang sistematis yang berasal dari observasi, kajian dan percobaan-percobaan yang dilakukan untuk menentukan sifat dasar atau prinsip dari apa yang dikaji.[7]
2.      Pengertian Pengetahuan
Kata pengetahuan dalam bahasa inggris disebut dengan knowledge. Dalam kamus filsafat pengetahuan memiliki beberapa arti[8]:
a.       Pengenalan akan sesuatu
b.      Hal-hal yang ada dalam kesadaran (keyakinan, gagasan, fakta, bayangan, konsep, paham, pendapat) yang dibenarkan dengan cara tertentu dan dengan demikian dipandang sebagai benar.
Pengetahuan adalah pelbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.[9]
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahawa Ilmu pada hakekatnya adalah salah satu usaha dari manusia untuk memperadab dirinya. Sedang Pengetahuan adalah merupakan produk dari ilmu atau cara (proses dari ilmu) yang terdiri dari berbagai jalan dan langka-langkah yang dapat diambil, dirasakan, diyakini, atas fakta-fakta, paham-paham, maupun pendapat yang dapat ditemukan dari pengamatan akal.[10]
Jadi, ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang disusun secara metodis, sistematis dan koheren (bertalian) tentang suatu bidang tertentu dari kenyataan (realitas), dan yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) tersebut.[11]

B.     Metode dan Paradigma Ilmu Pengetahuan
1.      Metode keilmuan
Kata metode berasal dari bahasa yunani methodos, meta (menuju, mengikuti, melalui) hodos (jalan, perjalanan, cara) kata methodos sendiri berarti penelitian, method ilmiah, dan uraian ilmiah. Secara luas Metode dapat diartikan cara bertindak suatu sistem aturan tertentu supaya kegiatan praktis terlaksanakan secara rasional dan terarah agar mencapai hasil optimal.[12]
Metode keilmuan adalah satu cara dalam memperoleh Pengetahuan. Suatu rangkaian prosedur tertentu yang harus diikuti untuk mendapatkan jawaban dari suatu pertanyaan. Kerangka dari prosedur ini dapat diuraikan dalam enam langkah sebagai berikut: [13]
a.       Sadar akan adanya masalah dan perumusan masalah.
Sering dikatakan bahwa hal paling penting dalam penelaah keilmuan adalah perumusan masalah. Cara yang ideal dari sebuah masalah keilmuan adalah bahwa masalah itu penting untuk dijadikan rumusan permasalahan, harus secara tepat dinyatakan agar memungkinkan untuk dicari faktanya, sebuah masalah dalam ilmu mesti dijawab dengan jelas, dan setiap jawaban dari suatu permasalahan mesti dapat diuji oleh orang lain.
b.      Pengamatan dan pengumpulan data yang relevan
Pengamatan adalah sebuah kegiatan yang disengaja dan sistematis tentang sebuah fenomena dan gejala-gejala sesuatu dengan jalan pengamatan dan pencatatan. Pengamatan merupakan pengalaman langsung, dan pengalaman langsung dinilai merupakan alat yang ampuh untuk memperoleh kebenaran. Dengan pengamatan dimungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang sebenarnya.
c.       Penyusunan atau klasifikasi data
Tahap ini menekankan pada penyusunan fakta dalam kelompok, jenis maupun kelas. Dalam semua cabang-cabang ilmu, usaha untuk mengidentifikasi, menganalisis membandingkan, dan membedakan fakta-fakta yang relevan tergantung adanya sistem klasifikasi.
d.      Perumusan hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan sementara tentang hubungan antara benda-benda. Hubungan ini diajukan dalam bentuk dugaan kerja atau teori.  Hipotesis berfungsi untuk mengikat data sedemikian rupa sehingga hubungan yang diduga dapat dapat kita gambarkan, dan penjelasan yang mungkin dapat kita ajukan.
e.       Tes dan pengujian kebenaran
Pengujian kebenaran dalam ilmu berarti mengetes alternative-alternatif hipotesis dengan pengamatan kenyataan yang sebenarnya atau lewat percobaan, dalam hubungan ini maka keputusan terakhir terletak pada fakta. Jika fakta tidak mendukung suatu hipotesis maka hipotesis yang lain dipilih dan proses diulang kembali.

2.      Paradigma ilmu Pengetahuan
Pengertian paradigma menurut kamus filsafat adalah cara memandang sesuatu.[14] Menurut Thomas S Kuhn paradigma adalah suatu asumsi dasar dan asumsi teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai), sehingga menjadi suatu sumber hukum, metode serta penerapan dalam ilmu Pengetahuan sehingga sangat menentukan karakter, sifat, dan ciri ilmu itu sendiri.[15]  
Setiap paradigma yang muncul adalah diperuntukkan mengatasi dan menjawab teka-teki atau permasalahan yang dihadapi pada zaman tertentu. Jika mengikuti pendapat Kuhn, bahwa ilmu pengetahuan itu terikat oleh ruang dan waktu, maka sudah jelas bahwa suatu paradigma hanya cocok dan sesuai untuk permasalahan yang ada pada saat tertentusaja. Sehingga apabila dihadapkan pada permasalahan berbeda dan pada kondisi yang berlainan, maka perpindahan dari satu paradigma ke paradigma yang baru yang lebih sesuai adalah suatu keharusan.[16]


C.     Cara Kerja Ilmu Pengetahuan
Jika secara umum cara kerja ilmu pengetahuan diarahkan pada upaya pembenaran metodologis dan paradigma ilmu, namun jika dipisah satu persatu setiap disiplin ilmu memiliki prinsipnya sendiri-sendiri dalam cara kerjanya. Dibawah ini akan dijelaskan mengenai cara kerja beberapa ilmu seperti:
1.      Ilmu Alam
Telah disebutkan di latar belakang kami bahwa manusia merupakan bagian dari alam, ia mengadakan interaksi dengan alam, menangkap gejala alam kemudian mencari hakikatnya. Ilmu alam telah mencapai perkembangan yang menyeluruh, sistematis dan ilmiah.[17] Dilihat dari sifat objeknya, cara kerja ilmu alam bisa dirangkum dalam prinsip-prinsip seperti berikut: [18]
a.       Gejala Alam Bersifat Fisik-statis
Ilmu-ilmu alam berkaitan dengan gejala-gejala alam, Ahli ilmu-ilmu alam selalu berhubungan dengan gejala-gejala alam yang sifatnya fisik yang teramati dan terukur. Dari sifat tersebut, gejala-gajala alam memiliki sifat statis atau tetap dari waktu ke waktu. Karena statis jumlah variabel dari gejala alam sebagai objek yang diamati juga relatif lebih sederhana dan sedikit.
b.      Objek Penelitian Bisa Berulang
Karena sifat gejala-gejala alam fisikal-statis, penelitian dalam ilmu-ilmu alam tetap. Dengan sifat ini, objek penelitian dalam ilmu-ilmu alam bisa diamati secara berulang-ulang oleh peneliti.
c.       Pengamatan Relatif Lebih Mudah dan Simpel
Pengamatan dalam ilmu-ilmu alam lebih mudah karena bisa dilakukan secara langsung dan bisa diulang kapanpun. Kata mengamati dalam ilmu alam lebih luas dari sekedar interaksi langsung dengan panca indera manusia, yang lingkup kemampuannya sangat terbatas. Untuk mengatasi keterbatasan ini manusia menggunakan alat-alat bantu seperti mikroskop, teleskop, dan sebagainya.
d.      Subjek Pengamat (Peneliti) Lebih sebagai Penonton
Prinsip pengamatan dalam ilmu-ilmu alam adalah positif objektif, artinya kebenarannya disimpulkan berdasarkan objek yang diamati. Ilmuwan alam adalah penonton alam, dia hanya mengamati alam dan kemudian memperlihatkan kepada orang lain hasil pengamatannya, di mana sedikitpun ia tidak melibatkan subjektivitasnya, tetapi sekedar menunjukan hasil tontonannya.
e.       Memiliki Daya Prediktif yang Relatif Lebih Mudah Dikontrol
Ilmu-ilmu alam sudah barang tentu tidak akan menarik apabila sebatas mengumpulkan informasi tentang gejala-gejala alam semata kemudian membangun teori, melainkan gejala-gejala alam yang diketahui dan dirumuskan dalam teori-teori itu bisa digunakan untuk memprediksikan kejadian-kejadian yang dimungkingkan akan timbul dari gejala-gejala tersebut.

2.      Ilmu Sosial Humaniora[19]
Berbeda dengan ilmu alam, ilmu sosial humaniora berkembang lebih kemudian dan perkembangannya tidak sepesat ilmu alam. Hal ini karena objek kajian ilmu sosial humaniora tidak sekedar sebatasfisikdan material tetapi lebih dibalik fisik dan material dan bersifat abstak dan psikologis.
Dilihat dari sifat objeknya, cara kerja ilmu sosial humaniora bisa dirangkum dalam prinsip-prinsip berikut:
a.       Gejala Sosial Humaniora Bersifat Non Fisik, Hidup, dan Dinamis.
Gejala-gejala yang diamati dalam ilmu sosial humaniora bersifat hidup dan bergerak secara dinamis. Objek studi ilmu sosial humaniora adalah manusia yang lebih spesifik lagi pada aspek sebelah dalam.
b.      Objek Penelitian Tidak Bisa Berulang
Gejala-gejala sosial humaniora memiliki keunikan-keunikan dan kemungkinan bergerak dan berubahnya sangat besar, karena mereka tidak statis. Masalah sosial dan kemanusiaan sering bersifat sangat spesifik dalam konteks historis tertentu.  Dengan demikian gejala-gejala sosial humaniora cenderung tidak bisa ditelaah secara berulang-ulang, karena gejala-gejala tersebut bergerak seiring dengan dinamika konteks historisnya.
c.       Pengamatan Relatif Lebih Sulit dan Kompleks
Karena yang diamati oleh ilmu sosial humaniora adalah apa yang dibalik penampakan fisik dari manusia dan bentuk-bentuk hubungan sosial mereka. Oleh karena itu variabel dalam penelaah sosial humaniora relatif lebih banyak dan kompleks serta kadang-kadang membingungkan.
d.      Subjek Pengamat juga sebagai Bagian Integral dari Objek yang Diamati
Dalam ilmu sosial humaniora karena subjek yang mengamati dan objek yang diamati adalah manusia yang memiliki motif dan tujuan dalam setiap langkah lakunya, maka subjek yang mengamati tidak mungkin bisa mengambil jarak dari objek yang diamati dan menerapkan prinsip objektivistik, dan tampaknya lebih condong ke prinsip subjektivistik. Karena subjek yang mengamati adalah manusia yang memiliki kecendrungan nilai tertentu tentang hidup maka ia menjadi bagian integral dari objek yang diamati yang juga manusia itu.
e.       Memiliki Daya Prediktif yang Relatif Lebih Sulit dan Tak Terkontrol
 Suatu teori sebagai hasil pengamatan sosial humaniora tidak serta merta bisa dengan mudah untuk memprediksikan kejadian sosial humaniora berikutnya pasti akan terjadi. Hal ini dikarenakan dalam ilmu sosial humaniora, pola-pola perilaku sosial humaniora yang sama belum tentu akan mengakibatkan kejadian yang sama.

3.      Ilmu Agama[20]
Ilmu-ilmu agama juga memiliki cirri ilmiah, dan sudah pasti ciri ilmiahnya memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan ilmu lainnya. Meski dalam tingkatan tertentu menunjukkan suatu kesamaan. Ciri tersebut tergambar pada cara keraja ilmu agama di bawah ini:
a.       Gejala Keagamaan sebagai Ekspresi Keimanan dan Pemahaman atas Teks Suci
Gejala keagamaan jelas tampak pada perilaku-perilaku keagamaan orang beragama, dan pada karya-karya seni dan budaya meski intinya juga ekspresi dari penghayatan keagamaan orang beragama. Gejala keagamaan merupakan sesuatu yang bergerak, tidak statis. Dalam ilmu keagamaan, gejala keagamaan selalu merupakan ekspresi dari keimanan dan pemahaman dari keagamaan.
Objek kajian dalam ilmu agama tidak jauh beda dengan objek ilmu sosial humaniora, yaitu manusia. Tetapi dalam ilmu agama lebih spesifik lagi yang dikaji, yakni manusia beragama dan lebih fokus pada inner worldnya (aspek keimanan teologisnya), seperti paham ketuhanannya dan implikasinya pada perilaku sosial kemanusiaannya, dan pemahaman keagamaan yang dibangun oleh manusia beragama.
b.      Objek Penelitian Unik dan Tak Bisa Diulang
Objek penelitian unik karena menyangkut keyakinan keagamaan. Keyakinan keagamaan dalam ilmu agama dijadikan sumber pengamatan muncul perilaku sosial orang yang beragama. karena yang menjadi objek penelitian ilmu-ilmu agama adalah menyangkut perilaku orang yang beragama dan juga teks-teks suci keagamaan yang diyakini orang beragama. Sebagaimana tercermin dalam perilaku keagamaan orang beragama pada kurun waktu dan tempat tertentu tidak mungkin bisa direkonstruksikan orang sesudahnya persis kejadian pada awalnya. Jelas berbeda dengan mengamati benda-benda mati.
c.       Pengamatan Sulit dan Kompleks dengan Interpretasi Teks-teks Suci Keagamaan
Pengamatan dalam ilmu agama sulit dan kompleks, karena melihat dan memaknai apa yang ada dibalik kegiatan dan perilaku fisik dan empiris manusia beragama. Karena kegiatan tersebut adalah bentuk ekspresif dari keimanan mereka pada Tuhan sebagai hasil pemahaman mereka terhadap teks-teks suci yang diyakini.
d.      Subjek Pengamat juga sebagai Bagian Integral dari Objek yang Diamati
Pengamat dalam ilmu agama tidak bisa dilepaskan dan merupakan bagian dari objek yang diamati yaitu “aktivitas-aktivitas keagamaan”. Bahkan ketika mengkaji teks-teks keagamaan hasil interpretasi atas teks-teks suci, seorang pengamat pasti juga terlibat secara emosonal dan rasional dalam memahami dan menyimpulkan makna.
e.       Memiliki Daya Prediktif yang Relatif Lebih Sulit dan Tak Terkontrol
Sebuah teori sebagai hasil pengamatan terhadap aktivitas-aktivitas keagamaan tidak serta merta bisa dengan mudah meramalkan aktivitas-aktifitas keagamaan lainnya yang akan terjadi. Hal ini dikarenakan dalam ilmu agama, pola-pola perilaku keagamaan yang sama belum tentu akan mengakibatkan kejadian-kejadian berikutnya yang sama. Dalam ilmu agama harus dipertimbangkan keragaman dan pemahaman orang-orang beragama terhadap ajaran agama mereka, dan hal ini menambah daya prediktif ilmu-ilmu agama semakin sulit untuk dipastikan.










BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Ilmu pada hakekatnya adalah salah satu usaha dari manusia untuk memperadab dirinya. Sedang Pengetahuan adalah merupakan produk dari ilmu atau cara (proses dari ilmu) yang terdiri dari berbagai jalan dan langka-langkah yang dapat diambil, dirasakan, diyakini, atas fakta-fakta, paham-paham, maupun pendapat yang dapat ditemukan dari pengamatan akal.
Secara umum cara kerja ilmu pengetahuan diarahkan pada upaya pembenaran metodologis dan paradigma ilmu. Secara luas Metode dapat diartikan cara bertindak suatu sistem aturan tertentu supaya kegiatan praktis terlaksanakan secara rasional dan terarah agar mencapai hasil optimal. Sedangkan paradigma adalah suatu asumsi dasar dan asumsi teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai), sehingga menjadi suatu sumber hukum, metode serta penerapan dalam ilmu Pengetahuan sehingga sangat menentukan karakter, sifat, dan ciri ilmu itu sendiri.
Setiap disiplin ilmu memiliki prinsipnya sendiri-sendiri dalam cara kerjanya, Dalam ilmu alam, objek yang dikaji adalah benda mati yang mana pengamatannya bisa dilakukan berulang-ulang dan kebenarannya bisa dilihat pada sebuah penelitian yang dilakukan. Berbeda dengan ilmu sosial humaniora, karena objek yang dikaji adalah manusia yang mana bisa berubah-ubah dalam setiap waktunya, sehingga kebenarannya tidak hanya bisa dilihat dari sebuah pengamatan karena manusia sendiri sebagai objek kajian dalam ilmu sosial humaniora dalam melakukan aktivitasnya mempunyai arti yang bervariasi, sehingga hasil pengamatannya menghasilkan beberapa hasil yang bervariasi juga. Berbeda pula dengan ilmu agama, yang dikaji dalam ilmu agama adalah melihat dan memaknai apa yang ada dibalik kegiatan dan perilaku fisik dan empiris manusia beragama. Karena kegiatan tersebut adalah bentuk ekspresif dari keimanan mereka pada Tuhan. Oleh karena itu hasil pengamatannya sulit untuk dipastikan.
DAFTAR PUSTAKA





Bagus, Lorens. 1996. Kamus Filsafat. Jakarta:Gramedia.

Bakker, Anton. 1984. Metode-Metode filsafat. Jakarta: ghalia Indonesia.

Peursen, C.A. Van. 1985. Susunan Ilmu Pengetahuan: Sebuah Pegantar Filsafat Ilmu. Jakarta: Gramedia.

Prawironegoro, Darsono. 2010.  Filsafai Ilmu. Jakarta: Nusantara Consulting.

Ravertz, Jerome R. 2004. Filsafat Ilmu: Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan. Yogyakarta: Pustaa Balajar.

Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu dan perkembangannya di Indonesia. Jakarta: bumi aksara.

Suriasumantri, Jujun S.  1985. Ilmu Dalam Perspektif. Jakarta: Gramedia.


http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu: akses, 19 Oktober 2011.

mfatwah.files.wordpress.com/2011/04/paradigma-ilmu.ppt: akses, 19 Oktober 2011.























Tidak ada komentar:

Posting Komentar